Selasa, 30 Agustus 2011



Faith makes all things possible.

Hope makes all things work.

love makes all things beautiful.

May you have all of the three.

Happy Iedul Fitri








Rabu, 03 Agustus 2011

PERATURAN DASAR DAN PERATURAN RUMAH TANGGA

Lampiran: Keputusan Kongres XIV GP Ansor Tahun 2011

No. 06/K-XIV/P5/ I/2011


Surabaya, 16 Januari 2011

PERATURAN DASAR GERAKAN PEMUDA ANSOR


MUKADIMAH

Bahwa sesungguhnya generasi muda Indonesia sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber

insani bagi pembangunan nasional, perlu senantiasa meningkatkan pembinaan dan pengembangan

dirinya, untuk menjadikan kader bangsa yang tangguh, yang memiliki wawasan kebangsaan yang luas

dan utuh, yang bertaqwa kepada Allah SWT, berilmu, berketrampilan dan berakhlaq mulia.

Bahwa sesungguhnya kelahiran dan perjuangan Gerakan Pemuda Ansor merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari upaya dan cita-cita Nahdlatul Ulama untuk berkhidmat kepada perjuangan bangsa dalam

Negara Kesatuan Republik Indonesia menuju terwujudnya masyarakat yang demokratis, adil, makmur

dan sejahtera berdasarkan ajaran Islam Ahlussunnah wal jama’ah.

Bahwa cita-cita perjuangan bangsa Indonesia dan upaya-upaya pembangunan nasional hanya bisa

terwujud secara utuh dan berkelanjutan bila seluruh komponen bangsa serta potensi yang ada, termasuk

generasi muda yang mampu berperan aktif.

Menyadari bahwa dengan tuntutan ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah generasi muda Indonesia yang

terhimpun dalam Gerakan Pemuda Ansor akan senantiasa memperoleh semangat kultural dan spritual

yang berakar pada nilai-nilai budaya bangsa yang luhur.

Atas dasar pemikiran tersebut, dengan ini disusunlah Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga

Gerakan Pemuda Ansor sebagai berikut:

BAB I

NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN

Pasal 1

1. Organisasi ini pada awalnya bernama Gerakan Pemuda Ansor disingkat GP Ansor sebagai kelanjutan

dari Ansoru Nahdlatul Oelama (ANO), dalam AD/ART NU diubah menjadi Gerakan Pemuda Ansor

Nahdltul Ulama yang selanjutnya disebut GP Ansor, didirikan pada 10 Muharram 1353 Hijriyah atau

bertepatan dengan 24 April 1934 di Banyuwangi, Jawa Timur untuk waktu yang tidak terbatas.

2. Pusat Organisasi Gerakan Pemuda Ansor berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

BAB II

AQIDAH

Pasal 2

Gerakan Pemuda Ansor, beraqidah Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah dengan menempuh manhaj dalam

bidang fiqih salah satu madzhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i atau Hambali. Abu Hasan Al-Asy’ari dan

Abu Mansur Al-Maturidi manhaj dalam bidang teologi. Al-Ghazali dan Junaidi Al-Baghdadi manhaj

dalam bidang tasawwuf dan Al-Mawardi manhaj dalam bidang siyasah.

BAB III

ASAS DAN TUJUAN

ASAS

Pasal 3

Gerakan Pemuda Ansor berasaskan Ke-Tuhanan YME, kemanusiaan yang beradil dan beradab, Persatuan

Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

TUJUAN

Pasal 4

1. Membentuk dan mengembangkan generasi muda Indonesia sebagai kader bangsa yang tangguh,

memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, berkepribadian luhur, berakhlak mulia, sehat,

terampil, patriotik, ikhlas dan beramal shalih.

2. Menegakkan ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah dengan menempuh manhaj salah satu madzhab

empat di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Berperan secara aktif dan kritis dalam pembangunan nasional demi terwujudnya cita-cita

kemerdekaan Indonesia yang berkeadilan, berkemakmuran, berkemanusiaan dan bermartabat bagi

seluruh rakyat Indonesia yang diridhoi Allah SWT.

BAB IV

KEDAULATAN

Pasal 5

Kedaulatan Gerakan Pemuda Ansor berada ditangan anggota dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Kongres.

BAB V

S I F A T

Pasal 6

Gerakan Pemuda Ansor bersifat kepemudaan, kemasyarakatan, kebangsaan dan keagamaan yang

berwatak kerakyatan.

BAB VI

U S A H A

Pasal 7

Untuk mencapai tujuan, Gerakan Pemuda Ansor berusaha:

1. Meningkatkan kesadaran di kalangan pemuda Indonesia untuk memperjuangkan cita-cita proklamasi

Kemerdekaan dan memperjuangkan pengamalan ajaran Islam Ahlussunnah wal jama’ah.

2. Mengembangkan kualitas sumberdaya manusia melalui pendekatan keagamaan, kependidikan,

kebudayaan, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai wujud partisipasi dalam pembangunan

nasional.

3. Meningkatkan kesadaran dan aktualisasi masyarakat sebagai upaya peningkatan kualitas kesehatan,

ketahanan jasmani dan mental spiritual serta meningkatkan apresiasi terhadap seni dan budaya bangsa

yang positif serta tidak bertentangan dengan syari’at Islam.

4. Meningkatkan hubungan dan kerjasama dengan berbagai organisasi keagamaan, kebangsaan,

kemasyarakatan, kepemudaan, profesi dan lembaga-lembaga lainnya baik di dalam negeri maupun di

luar negeri.

5. Mengembangkan kewirausahaan di kalangan pemuda baik secara individu maupun kelembagaan

sebagai upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat.

BAB VII

A T R I B U T

Pasal 8

Gerakan Pemuda Ansor mempunyai lambang, lagu dan atribut lainnya yang diatur dalam Peraturan

Rumah Tangga.

BAB VIII

K E A N G G O T A A N

Pasal 9

1. Setiap pemuda Indonesia yang berusia 20 s.d 45 tahun dan menyetujui Peraturan Dasar dan Peraturan

Rumah Tangga Gerakan Pemuda Ansor, dapat diterima menjadi anggota Gerakan Pemuda Ansor.

2. Tata cara penerimaan anggota diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.

BAB IX

HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA

Pasal 10

Anggota Gerakan Pemuda Ansor mempunyai hak dan kewajiban yang diatur dalam Peraturan Rumah

Tangga.

BAB X

TINGKAT, SUSUNAN DAN MASA KHIDMAH

TINGKATAN KEPENGURUSAN

Pasal 11

Kepengurusan Gerakan Pemuda Ansor mempunyai tingkatan sebagai berikut:

1. Pengurus Gerakan Pemuda Ansor tingkat Pusat, selanjutnya disebut Pimpinan Pusat berkedudukan di

Ibukota Negara Republik Indonesia.

2. Pengurus Gerakan Pemuda Ansor Daerah tingkat Propinsi, selanjutnya disebut Pimpinan Wilayah,

berkedudukan di Ibukota Propinsi.

3. Pengurus Gerakan Pemuda Ansor tingkat Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut Pimpinan Cabang

berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota.

4. Pengurus Gerakan Pemuda Ansor tingkat Kecamatan selanjutnya disebut Pimpinan Anak Cabang

berkedudukan di Kecamatan.

5. Pengurus Gerakan Pemuda Ansor tingkat Desa/Kelurahan selanjutnya disebut Pimpinan Ranting

berkedudukan di Desa/Kelurahan.

SUSUNAN KEPENGURUSAN

Pasal 12

Susunan Kepengurusan Pimpinan Organisasi Gerakan Pemuda Ansor diatur dalam Peraturan Rumah

Tangga

MASA KHIDMAH

Pasal 13

Masa khidmah Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor diatur dalam Peraturan Rumah Tangga

BAB XI

HAK DAN KEWAJIBAN PENGURUS

Pasal 14

Hak dan kewajiban Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor diatur dalam Peraturan Rumah Tangga

BAB XII

PERMUSYAWARATAN

Pasal 15

1. Bentuk permusyawaratan adalah rapat-rapat, konferensi-konferensi dan kongres.

2. Jenis permusyawaratan diatur dalam Peraturan Rumah Tangga

BAB XIII

KEUANGAN DAN KEPEMILIKAN

Pasal 16

1. Keuangan organisasi didapat dari iuran anggota, sumbangan yang tidak mengikat dan/atau usaha lain

yang halal dan sah.

2. Harta milik organisasi diperoleh dari jual beli, waqaf, hibah, sumbangan dan/atau peralihan hak

lainnya.

3. Pengelolaan Aset dan hak milik yang bukan berupa uang dilakukan oleh pengurus sesuai dengan

tingkatannya.

4. Hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan dan aset diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.

BAB XIV

PEMBUBARAN ORGANISASI

Pasal 17

1. Pembubaran organisasi hanya dapat dilakukan oleh Kongres yang khusus diadakan untuk itu, dengan

ketentuan quarum dan pengambilan keputusan sebagaimana diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.

2. Tatacara pembubaran organisasi diatur dalam Peraturan Rumah Tangga.

3. Kekayaan organisasi setelah organisasi dibubarkan diatur lebih lanjut oleh Kongres.

BAB XV

P E N U T U P

Pasal 18

1. Segala sesuatu yang belum diatur dalam Peraturan Dasar ini akan diatur dalam Peraturan Rumah

Tangga.

2. Peraturan Dasar ini hanya dapat diubah oleh Kongres.

3. Peraturan Dasar ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta

Pada Tanggal : 23 Jumadil Akhir 1425 H

03 A p r i l 2005 M

PERATURAN RUMAH TANGGA

GERAKAN PEMUDA ANSOR

BAB I

HARI LAHIR GERAKAN PEMUDA ANSOR

Pasal 1

Hari Lahir (HARLAH) Gerakan Pemuda Ansor ditetapkan 10 Muharram atau 24 April, peringatan hari

kelahiran dilakukan setiap tanggal 24 April.

BAB II

L A M B A N G

Pasal 2

1. Arti Lambang Gerakan :

a. Segitiga garis alas berarti tauhid, garis sisi kanan berarti fiqh dan garis sisi kiri berarti tasawwuf.

b. Segitiga sama sisi keseimbangan pelaksanaan ajaran Islam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang

meliputi Iman, Islam dan Ihsan atau ilmu tauhid, ilmu fiqh dan ilmu tasawwuf.

c. Garis tebal sebelah luar dan tipis sebelah dalam pada sisi segitiga berarti keserasian dan

keharmonisan hubungan antara pemimpin (garis tebal) dan yang dipimpin (garis tipis).

d. Warna hijau berarti kedamaian, kebenaran dan kesejahteraan.

e. Bulan sabit berarti kepemudaan.

f. Sembilan bintang :

1) Satu yang besar berarti Sunnah Rasulullah.

2) Empat bintang disebelah kanan berarti sahabat Nabi (khulafa’urrasyidin).

3) Empat bintang disebelah kiri berarti madzhab yang empat Hanafi, Maliki, Syafi’i dan

Hambali.

g. Tiga Sinar kebawah berarti pancaran cahaya dasar-dasar agama yaitu : Iman, Islam dan Ihsan

yang terhujam dalam jiwa dan hati.

h. Lima sinar keatas berarti manifestasi pelaksanaan terhadap rukun Islam yang lima, khususnya

shalat lima waktu.

i. Jumlah sinar yang delapan berarti juga pancaran semangat juang dari delapan ashabul kahfi

dalam menegakkan hak dan keadilan menentang kebathilan dan kedzaliman serta pengembangan

agama Allah ke delapan penjuru mata angin.

j. Tulisan ANSOR (huruf besar ditulis tebal) berarti ketegasan sikap dan pendirian.

2. Lambang seperti yang disebut pada ayat (1) dipergunakan untuk pembuatan bendera, umbul-umbul,

jaket kaus, cinderamata, sticker dan identitas organisasi lainnya.

3. Bentuk dan cara penggunaan lambang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Rumah Tangga ini.

4. Jenis lagu meliputi Mars Gerakan Pemuda Ansor dan Hymne Gerakan Pemuda Ansor diatur dalam

lampiran Peraturan Organisasi.

BAB III

K E A N G G O T A A N

ANGGOTA

Pasal 3

Anggota Gerakan Pemuda Ansor terdiri dari :

1. Anggota biasa selanjutnya disebut anggota adalah pemuda warga negara Indonesia yang beragama

Islam berusia antara 20 tahun hingga 45 tahun.

2. Anggota kehormatan adalah setiap orang yang dianggap telah berjasa kepada organisasi dan disetujui

penetapannya serta disahkan oleh Rapat Pengurus Harian Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor.

3. Mekanisme pengangkatan anggota kehormatan akan diatur dalam PO Ansor

Pasal 4

Dalam hal keanggotaan Gerakan Pemuda Ansor menganut stelsel aktif.

SYARAT-SYARAT KEANGGOTAAN

Pasal 5

1. Pemuda warga negara Indonesia.

2. Beragama Islam.

3. Berusia antara 20 tahun hingga 45 tahun.

4. Menyetujui Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga.

5. Sanggup mentaati dan melaksanakan semua keputusan dan peraturan organisasi.

KEWAJIBAN KEANGGOTAAN

Pasal 6

Anggota Gerakan Pemuda Ansor berkewajiban :

1. Memiliki keterikatan secara formal maupun moral dan menjunjung tinggi nama baik, tujuan dan

kehormatan organisasi.

2. Menunjukkan kesetiaan kepada organisasi.

3. Tunduk dan patuh terhadap Peraturan Dasar, Peraturan Rumah Tangga, Peraturan dan keputusan

organisasi Gerakan Pemuda Ansor.

4. Mengikuti secara aktif kegiatan-kegiatan organisasi.

5. Mendukung dan mensukseskan seluruh pelaksanaan program organisasi.

HAK ANGGOTA

Pasal 7

Anggota Gerakan Pemuda Ansor berhak :

1. Memperoleh perlakuan yang sama dari organisasi.

2. Memperoleh pelayanan, pembelaan, pendidikan dan pelatihan serta bimbingan dari organisasi.

3. Menghadiri rapat anggota, mengemukakan pendapat, mengajukan pertanyaan, memberikan usul dan

saran yang bersifat membangun.

4. Memilih dan/atau dipilih menjadi pengurus atau memegang jabatan lain yang diamanatkan

kepadanya.

5. Mengadakan pembelaan terhadap keputusan organisasi tentang dirinya.

TATACARA PENERIMAAN ANGGOTA

Pasal 8

1. Penerimaan anggota dapat dilakukan di tingkat ranting, anak cabang, cabang dan wilayah domisili

calon anggota.

2. Tatacara dan pengelolaan administrasi penerimaan anggota diatur dalam Peraturan Organisasi

3. Pengusulan anggota kehormatan dilakukan atas usul rapat harian Pimpinan Cabang, rapat harian

Pimpinan Wilayah atau rapat harian Pimpinan Pusat. Setelah usulan memperoleh persetujuan

Pimpinan Pusat kepadanya diberikan keputusan penetapan.

PERANGKAPAN KEANGGOTAAN

Pasal 9

Anggota Gerakan Pemuda Ansor tidak diperkenankan merangkap menjadi anggota organisasi yang

mempunyai azas dan tujuan yang bertentangan dengan aqidah, asas dan/atau tujuan Gerakan Pemuda

Ansor.

BERHENTI DARI ANGGOTA

Pasal 10

1. Anggota biasa atau anggota kehormatan Gerakan Pemuda Ansor status keanggotaannya berhenti

karena :

a. Meninggal dunia.

b. Atas permintaan sendiri.

c. Diberhentikan sementara.

d. Diberhentikan tetap.

2. Surat keputusan pemberhentian anggota dikeluarkan oleh Pimpinan Cabang tempat domisili yang

bersangkutan berdasarkan keputusan Rapat Pleno Pimpinan Cabang.

3. Seseorang berhenti dari keanggotaan Gerakan Pemuda Ansor atas permintaan sendiri yang diajukan

secara tertulis kepada Pengurus Pimpinan Cabang atau dapat dilakukan secara lisan dengan

disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang Pengurus Harian Pimpinan Cabang.

PEMBERHENTIAN ANGGOTA

Pasal 11

1. Anggota Gerakan Pemuda Ansor dapat diberhentikan sementara atau diberhentikan tetap apabila :

a. Dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota.

b. Melakukan perbuatan yang mencemarkan nama baik organisasi baik ditinjau dari segi syara’,

peraturan perundang-undangan maupun keputusan dan peraturan organisasi.

2. Sebelum diberhentikan sementara, anggota yang bersangkutan diberikan peringatan tertulis oleh

Pengurus Cabang dimana ia berdomisili yang merupakan hasil dari Rapat Pleno Pimpinan Cabang

yang khusus diadakan untuk itu.

3. Apabila selama waktu pemberhentian sementara anggota yang bersangkutan tidak memperbaiki

kesalahannya dan tingkah lakunya, maka dilakukan pemberhentian tetap dan kepadanya diberikan

surat keputusan pemberhentian oleh Pimpinan Cabang.

4. Anggota yang diberhentikan sementara atau diberhentikan tetap dapat membela diri atau naik banding

kepada Pimpinan Wilayah. Pimpinan Wilayah mengadakan rapat pleno khusus untuk itu dan

mengambil keputusan atas permintaan banding itu paling lama 1 (satu) bulan setelah permintaan

banding tersebut.

5. Pimpinan Pusat dapat melakukan pemberhentian sementara atau tetap terhadap seorang anggota

melalui rapat pleno Pimpinan Pusat. Surat keputusan pemberhentian itu dikirim kepada yang

bersangkutan dan tembusannya kepada Pimpinan Cabang dimana ia berdomisili.

6. Anggota yang diberhentikan sementara atau diberhentikan tetap oleh Pimpinan Pusat diberi hak

melakukan pembelaan diri dalam Konferensi Besar atau Kongres.

BAB IV

SUSUNAN PENGURUS PIMPINAN ORGANISASI

PIMPINAN PUSAT

Pasal 12

1. Pengurus Pimpinan Pusat adalah kader GP Ansor yang menerima amanat kongres sebagai pemegang

tanggungjawab tertinggi organisasi baik kedalam maupun keluar.

2. Pengurus Pimpinan Pusat terdiri dari :

a. Ketua Umum

b. Wakil Ketua Umum.

c. Ketua-ketua dengan jumlah dan pembidangan sesuai dengan kebutuhan

d. Sekretaris Jenderal

e. Wakil Sekretaris Jenderal disesuaikan dengan jumlah ketua-ketua

f. Bendahara Umum

g. Wakil Bendahara Umum sesuai dengan kebutuhan

h. Lembaga-Lembaga sesuai dengan kebutuhan

i. Satuan Koordinasi Nasional Barisan Ansor Serba Guna (SATKORNAS BANSER)

3. Pembagian tanggung jawab, wewenang dan tugas Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum serta

pengurus lainnya diatur dalam Tata Kerja Pengurus.

PENGURUS PIMPINAN WILAYAH

Pasal 13

1 Pengurus Pimpinan Wilayah adalah kader GP Ansor yang menerima amanat konferensi wilayah

untuk memimpin dan memegang tanggungjawab organisasi ditingkat propinsi baik kedalam maupun

keluar.

2 Pimpinan Wilayah dapat dibentuk ditiap propinsi atau daerah istimewa dimana telah berdiri paling

sedikit 5 (lima) Pimpinan Cabang. Dalam hal tertentu Pimpinan Wilayah dapat dibentuk oleh

Pimpinan Pusat.

3 Pengurus Pimpinan Wilayah terdiri dari :

a. Ketua

b. Wakil Ketua dengan jumlah maksimal 11 (sebelas) orang dengan pembidangan sesuai dengan

kebutuhan.

c. Sekretaris

d. Wakil Sekretaris dengan jumlah maksimal 11 (sebelas) orang sesuai dengan jumlah wakil ketua.

e. Bendahara

f. Wakil Bendahara dengan jumlah 4 (Empat) orang

g. Lembaga-lembaga disesuaikan dengan kebutuhan setempat

h. Satuan Koordinasi Wilayah Barisan Ansor Serba Guna (SATKORWIL BANSER)

PENGURUS PIMPINAN CABANG

Pasal 14

1. Pengurus Pimpinan Cabang adalah kader GP Ansor yang menerima amanat konferensi cabang untuk

memimpin dan memegang tanggung jawab organisasi ditingkat cabang baik kedalam maupun keluar.

2. Pimpinan Cabang dapat dibentuk ditiap Kabupaten/Kota dimana telah berdiri sekurang-kurangnya 3

(tiga) Pimpinan Anak Cabang.

3. Pengurus Pimpinan Cabang terdiri dari :

a. Ketua

b. Wakil Ketua dengan jumlah maksimal 9 (sembilan) orang dengan pembidangan sesuai dengan

kebutuhan.

c. Sekretaris

d. Wakil Sekretaris dengan jumlah maksimal 9 (sembilan) orang sesuai dengan jumlah wakil ketua.

e. Bendahara

f. Wakil Bendahara dengan jumlah 3 (tiga) orang

g. Lembaga-lembaga disesuaikan dengan kebutuhan setempat

h. Satuan Koordinasi Cabang Barisan Ansor Serba Guna (SATKORCAB BANSER)

PENGURUS PIMPINAN ANAK CABANG

Pasal 15

1. Pengurus Pimpinan Anak Cabang adalah kader GP Ansor yang menerima amanat konferensi anak

cabang untuk memimpin dan memegang tanggung jawab organisasi ditingkat kecamatan baik

kedalam maupun keluar.

2. Pimpinan Anak Cabang dapat dibentuk di daerah kecamatan.

3. Pengurus Pimpinan Anak Cabang terdiri dari :

a. Ketua

b. Wakil Ketua dengan jumlah maksimal 5 (lima) orang dengan pembidangan sesuai dengan

kebutuhan.

c. Sekretaris

d. Wakil Sekretaris dengan jumlah maksimal 5 (lima) orang sesuai dengan jumlah wakil ketua.

e. Bendahara

f. Wakil Bendahara dengan jumlah 2 (dua) orang

g. Lembaga-lembaga disesuaikan dengan kebutuhan setempat

h. Satuan Koordinasi Rayon Barisan Ansor Serba Guna (SATKORYON BANSER)

PENGURUS PIMPINAN RANTING

Pasal 16

1. Pengurus Pimpinan Ranting adalah kader GP ansor yang menerima amanat rapat anggota untuk

memimpin dan memegang tanggung jawab organisasi ditingkat kelurahan/desa baik kedalam maupun

keluar.

2. Pimpinan Ranting dapat dibentuk ditiap kelurahan/desa atau atas persetujuan Pimpinan Cabang.

3. Pengurus Pimpinan Ranting terdiri dari :

a. Ketua

b. Wakil Ketua dengan jumlah maksimal 3 (tiga) orang dengan pembidangan sesuai dengan

kebutuhan.

c. Sekretaris

d. Wakil Sekretaris dengan jumlah maksimal 3 (tiga) orang sesuai dengan jumlah wakil ketua.

e. Bendahara

f. Satuan Koordinasi Kelompok Barisan Ansor Serba Guna (SATKORPOK BANSER)

g. Anggota-anggota

JENIS-JENIS LEMBAGA

Pasal 17

1.Lembaga pada Pimpinan Pusat antara lain :

a) Lembaga di Bidang Organisasi dan Keanggotaan

b) Lembaga di Bidang Kaderisasi

c) Lembaga di Bidang Hubungan Antar Lembaga

d) Lembaga di Bidang Dakwah dan Pengembangan Pesantren

e) Lembaga di Bidang Kajian dan Pemikiran Ke-Islaman

f) Lembaga di Bidang Informasi dan Komunikasi

g) Lembaga di Bidang Penanggulangan Bencana

h) Lembaga di Bidang Otonomi Daerah, Pemerintahan, dan Pertanahan

i) Lembaga di Bidang Perekonomian, Keuangan UKM, Pertanian, Kelautan, Energi,

Lingkungan Hidup dan sebagainya

j) Lembaga di Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kesehatan, Kependudukan, Pendidikan,

Ketenagakerjaan dan sebagainya

k) Lembaga di Bidang Hukum dan Perlindungan HAM

l) Lembaga di Bidang Kajian dan Kerjasama Internasional

m) Lembaga-lembaga lain yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan organisasi

2. Jumlah dan nama-nama Lembaga pada Pimpinan Wilayah disesuaikan dengan kebutuhan, dan struktur

organisasi kelembagaannya di SK-kan oleh Pimpinan Wilayah masing-masing.

3. Jumlah dan nama-nama Lembaga pada Pimpinan Cabang disesuaikan dengan kebutuhan, dan struktur

organisasi kelembagaannya di SK-kan oleh Pimpinan Cabang masing-masing.

4. Jumlah dan nama-nama Lembaga pada Pimpinan Anak Cabang disesuaikan dengan kebutuhan, dan

struktur organisasi kelembagaannya di SK-kan oleh Pimpinan Anak Cabang masing-masing.

5. Lembaga-lembaga tidak dibentuk di tingkat ranting.

BAB V

BANSER

Pasal 18

1. Banser adalah kader inti Gerakan Pemuda Ansor sebagai kader penggerak, pengemban dan pengaman

program-program Gerakan Pemuda Ansor.

2. Kader inti yang dimaksud dalam ayat (1) adalah anggota Gerakan Pemuda Ansor yang memiliki

kualifikasi: kedisiplinan dan dedikasi yang tinggi, ketahanan fisik dan mental yang tangguh, penuh

daya juang dan religius serta mampu berperan sebagai benteng ulama yang dapat mewujudkan citacita

Gerakan Pemuda Ansor dilingkungan Nahdlatul Ulama untuk kemaslahatan umum.

Pasal 19

Fungsi, Tugas dan Tanggung Jawab

1. Fungsi Banser adalah:

a. Fungsi Kaderisasi, merupakan kader yang terlatih, tanggap terampil dan berdaya guna untuk

pengembangan kaderisasi di lingkungan Gerakan Pemuda Ansor.

b. Fungsi Dinamisator, merupakan bagian organisasi yang berfungsi sebagai pelopor penggerak

program-program Gerakan Pemuda Ansor.

c. Fungsi Stabilisator, sebagai perangkat organisasi Gerakan Pemuda Ansor yang berfungsi sebagai

pengaman program-program kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan Nahdlatul Ulama.

d. Fungsi Katalisator, sebagai perangkat organisasi Gerakan Pemuda Ansor yang berfungsi sebagai

perekat hubungan silaturrohim dan menumbuhkan rasa solidaritas sesama anggota Banser,

anggota Gerakan Pemuda Ansor dan Nahdlatul Ulama serta masyarakat.

2. Tugas Banser

a. Merencanakan, mempersiapkan dan mengamalkan cita-cita perjuangan Gerakan Pemuda Ansor

serta menyelamatkan dan mengembangkan hasil-hasil perjuangan yang telah dicapai.

b. Melaksanakan program kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan serta program pembangunan

yang berbentuk rintisan dan partisipasi.

c. Menciptakan terselenggaranya keamanan dan ketertiban di lingkungan Gerakan Pemuda Ansor

dan lingkungan sekitarnya melalui kerjasama dengan pihak-pihak terkait.

d. Menumbuhkan terwujudnya semangat pengabdian, kebersamaan, solidaritas dan silaturrohim

sesama anggota Banser dan Gerakan Pemuda Ansor.

3. Tanggung Jawab BANSER adalah:

a. Menjaga, memelihara, menjamin kelangsungan hidup serta kejayaan Gerakan Pemuda Ansor dan

jamiyah Nahdlatul Ulama.

b. Berpartisipasi aktif melakukan pengamanan dan ketertiban terhadap kegiatan-kegiatan yang

diselenggarakan oleh Banser, Gerakan Pemuda Ansor, Jamiyah Nahdlatul Ulama serta kegiatan

sosial kemasyarakatan lainnya yang tidak bertentangan dengan perjuangan Nahdlatul Ulama.

c. Bersama dengan kekuatan Bangsa yang lain untuk tetap menjaga dan menjamin keutuhan bangsa

dari segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan dalam ikut menciptakan keutuhan

NKRI.

Pasal 20

Satuan Koordinasi Banser

1. Ruang lingkup kepemimpinan Banser didelegasikan kepada salah seorang Ketua di tingkat pimpinan

pusat dan wakil ketua ditingkat wilayah, cabang, anak cabang dan ranting Gerakan Pemuda Ansor.

2. Untuk melaksanakan tanggungjawab tersebut dibentuk Satuan Koordinasi Banser ditingkat Pimpinan

Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Cabang, Pimpinan Anak Cabang dan Pimpinan Ranting yang

masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala.

3. Satuan Koordinasi Barisan Ansor Serbaguna (BANSER) terdiri dari :

a. Di tingkat Pusat dibentuk Satuan Koordinasi Nasional disingkat SATKORNAS BANSER yang

dipimpin oleh seorang Kepala Satkornas.

b. Di tingkat Wilayah dibentuk Satuan Koordinasi Wilayah disingkat SATKORWIL BANSER yang

dipimpin oleh seorang Kepala Satkorwil.

c. Di tingkat Cabang dibentuk Satuan Koordinasi Cabang disingkat SATKORCAB BANSER yang

dipimpin oleh seorang Kepala Satkorcab.

d. Di tingkat Anak Cabang dibentuk Satuan Koordinasi Rayon disingkat SATKORYON BANSER

yang dipimpin oleh seorang Kepala Satkoryon.

e. Di tingkat Ranting dibentuk Satuan Koordinasi Kelompok disingkat SATKORPOK BANSER

yang dipimpin oleh seorang Kepala Satkorkel.

Pasal 21

Ketentuan-ketentuan lain tentang Banser yang belum diatur dalam peraturan ini akan diatur dalam

peraturan organisasi.

BAB VI

MASA KHIDMAH

Pasal 22

1. Pengurus Pimpinan Pusat dipilih untuk masa khidmah 5 (lima) tahun, dan dapat dipilih kembali,

kecuali untuk jabatan Ketua Umum hanya dapat dipilih untuk satu kali masa khidmah.

2. Pengurus Pimpinan Wilayah dipilih untuk masa khidmah 4 (empat) tahun, dan dapat dipilih kembali,

kecuali untuk jabatan Ketua hanya dapat dipilih untuk satu kali masa khidmah.

3. Pengurus Pimpinan Cabang dipilih untuk masa khidmah 4 (empat) tahun, dan dapat dipilih kembali,

kecuali untuk jabatan Ketua hanya dapat dipilih untuk satu kali masa khidmah.

4. Pengurus Pimpinan Anak Cabang dipilih untuk masa khidmah 3 (tiga) tahun, dan dapat dipilih

kembali, kecuali untuk jabatan Ketua hanya dapat dipilih untuk satu kali masa khidmah.

5. Pengurus Pimpinan Ranting dipilih untuk masa khidmah 3 (tiga) tahun, dan dapat dipilih kembali,

kecuali jabatan Ketua hanya dapat dipilih untuk satu kali masa khidmah

BAB VII

SYARAT-SYARAT MENJADI KETUA UMUM/KETUA

PENGURUS PIMPINAN PUSAT

Pasal 23

Seorang Anggota Gerakan Pemuda Ansor dapat dipilih menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat dengan

syarat :

a. Pernah menjadi pengurus Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor atau badan otonom, lembaga dan

lajnah di lingkungan NU lainnya sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun.

b. Berusia tidak lebih dari 45 (empat puluh lima) tahun pada saat dipilih.

c. Berakhlakul karimah, berprestasi, berdedikasi tinggi dan loyal kepada organisasi.

d. Mampu dan aktif menjalankan organisasi.

PENGURUS PIMPINAN WILAYAH

Pasal 24

Seorang Anggota Gerakan Pemuda Ansor dapat dipilih menjadi ketua Pimpinan Wilayah dengan syarat :

a. Pernah menjadi pengurus Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor atau badan otonom, lembaga dan lajnah

di lingkungan NU lainnya sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun.

b. Berusia tidak lebih dari 45 (empat puluh lima) tahun pada saat dipilih.

c. Berakhlakul karimah, berprestasi, berdedikasi tinggi dan loyal kepada organisasi.

d. Mampu dan aktif menjalankan organisasi.

PENGURUS PIMPINAN CABANG

Pasal 25

Seorang Anggota Gerakan Pemuda Ansor dapat dipilih menjadi ketua Pimpinan Cabang dengan syarat :

a. Pernah menjadi pengurus Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor atau badan otonom, lembaga dan lajnah

di lingkungan NU lainnya sekurang-kurangnya 3 (tiga)) tahun.

b. Berusia tidak lebih dari 45 (empat puluh lima) tahun pada saat dipilih.

c. Berakhlakul karimah, berprestasi, berdedikasi tinggi dan loyal kepada organisasi.

d. Mampu dan aktif menjalankan organisasi.

PENGURUS PIMPINAN ANAK CABANG

Pasal 26

Seorang Anggota Gerakan Pemuda Ansor dapat dipilih menjadi ketua Pimpinan Anak Cabang dengan

syarat :

a. Pernah pengurus menjadi Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor atau badan otonom, lembaga dan lajnah

di lingkungan NU lainnya sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.

b. Berusia tidak lebih dari 45 (empat puluh lima) tahun pada saat dipilih.

c. Berakhlakul karimah, berprestasi, berdedikasi tinggi dan loyal kepada organisasi.

d. Mampu dan aktif menjalankan organisasi.

PENGURUS PIMPINAN RANTING

Pasal 27.

Seorang Anggota Gerakan Pemuda Ansor dapat dipilih menjadi ketua Pimpinan Ranting apabila telah

menjadi anggota Gerakan Pemuda Ansor sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.

BAB VIII

KEWAJIBAN PENGURUS

KEWAJIBAN PIMPINAN PUSAT

Pasal 28

Pimpinan Pusat berkewajiban :

a. Menjalankan semua ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga,

Keputusan Kongres, Keputusan Konferensi Besar, dan Peraturan Organisasi.

b. Melaksanakan Kongres.

c. Memberikan pertanggungjawaban kepada Kongres.

d. Mengesahkan Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang.

e. Menentukan kebijaksanaan umum sesuai Peraturan Dasar dan atau Peraturan Rumah Tangga untuk

menjalankan roda organisasi.

f. Memberikan perlindungan dan pembelaan kepada anggota yang memerlukan.

g. Memperhatikan saran-saran Dewan Penasehat.

KEWAJIBAN PIMPINAN WILAYAH

Pasal 29

Pimpinan Wilayah berkewajiban :

a. Menjalankan semua ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga,

Keputusan Kongres, Keputusan Konferensi Besar, dan Peraturan Organisasi, Keputusan Konferensi

Wilayah, dan Keputusan Rapat Kerja Wilayah.

b. Melaksanakan Konferensi Wilayah sebelum SK yang bersangkutan berakhir.

c. Memberikan pertanggungjawaban kepada Konferensi Wilayah.

d. Mengesahkan Pimpinan Anak Cabang.

e. Memberikan rekomendasi kepada Pimpinan Pusat bagi pengesahan Pimpinan Cabang.

f. Memberikan perlindungan dan pembelaan kepada anggota yang memerlukan.

g. Memperhatikan saran-saran Dewan Penasehat.

KEWAJIBAN PIMPINAN CABANG

Pasal 30

Pimpinan Cabang berkewajiban :

a. Menjalankan semua ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga,

Keputusan Kongres, Keputusan Konferensi Besar, Peraturan Organisasi, Keputusan Konferensi

Wilayah, Keputusan Konferensi Cabang dan Keputusan Rapat Kerja Cabang.

b. Melaksanakan Konferensi Cabang sebelum SK yang bersangkutan berakhir.

c. Memberikan pertanggungjawaban kepada Konferensi Cabang.

d. Mengesahkan Pimpinan Ranting.

e. Memberikan perlindungan dan pembelaan kepada anggota yang memerlukan.

f. Memperhatikan saran-saran Dewan Penasehat.

KEWAJIBAN PIMPINAN ANAK CABANG

Pasal 31

Pimpinan Anak Cabang berkewajiban :

a. Menjalankan semua ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga,

Keputusan Kongres, Keputusan Konferensi Besar, Peraturan Organisasi, Keputusan Konferensi

Wilayah, Keputusan Konferensi Cabang, Keputusan Rapat Kerja Cabang, Keputusan Anak Cabang,

dan Keputusan Rapat Kerja Anak Cabang.

b. Melaksanakan Konferensi Anak Cabang sebelum SK yang bersangkutan berakhir.

c. Memberikan pertanggungjawaban kepada Konferensi Anak Cabang.

d. Memberikan rekomendasi kepada Pimpinan Cabang bagi pengesahan Pimpinan Ranting.

e. Memberikan perlindungan dan pembelaan kepada anggota yang memerlukan.

KEWAJIBAN PIMPINAN RANTING

Pasal 32

Pimpinan Ranting berkewajiban :

a. Menjalankan semua ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga,

Keputusan Kongres, Keputusan Konferensi Besar, Peraturan Organisasi, Keputusan Konferensi

Wilayah, Keputusan Konferensi Cabang, Keputusan Rapat Kerja Cabang, Keputusan Anak Cabang,

Keputusan Rapat Kerja Anak Cabang, dan Keputusan Rapat Kerja Anggota.

b. Melaksanakan Rapat Anggota sebelum SK yang bersangkutan berakhir.

c. Memberikan pertanggungjawaban kepada Rapat Anggota.

d. Memberikan perlindungan dan pembelaan kepada anggota yang memerlukan.

BAB IX

HAK PENGURUS

HAK PIMPINAN PUSAT

Pasal 33

Pimpinan Pusat berhak :

a. Mengambil kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasi untuk Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang

apabila salah satu atau keduanya tidak dapat mengambil keputusan organisasi.

b. Membatalkan keputusan atau kebijaksanaan Pimpinan Wilayah atau Pimpinan Cabang yang

bertentangan dengan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga atau peraturan organisasi lainnya.

c. Memberikan penghargaan kepada pihak-pihak yang dianggap telah berjasa bagi kemajuan organisasi

yang diatur dalam Peraturan Organisasi.

d. Memberikan atau mencabut KTA (Kartu Tanda Anggota) anggota atau dari anggota kehormatan.

HAK PIMPINAN WILAYAH

Pasal 34

Pimpinan Wilayah berhak :

a. Mengusulkan kepada Pimpinan Pusat untuk membatalkan keputusan atau kebijaksanaan Pimpinan

Cabang yang bertentangan dengan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga atau peraturan

organisasi lainnya.

b. Memberikan penghargaan kepada pihak-pihak yang dianggap telah berjasa bagi kemajuan organisasi

di wilayahnya.

c. Mengusulkan kepada Pimpinan Pusat untuk memberikan tanda penghargaan kepada pihak-pihak yang

dianggap telah berjasa bagi kemajuan organisasi.

d. Memberikan atau mencabut KTA (Kartu Tanda Anggota).

HAK PIMPINAN CABANG

Pasal 35

Pimpinan Cabang berhak :

a. Mengusulkan kepada Pimpinan Pusat mengenai pengesahan terbentuknya Pimpinan Cabang dengan

persetujuan Pimpinan Wilayah.

b. Memberikan tanda penghargaan kepada pihak-pihak yang dianggap telah berjasa bagi kemajuan

organisasi di wilayahnya.

c. Mengusulkan kepada Pimpinan Wilayah dan atau kepada Pimpinan Pusat untuk memberikan tanda

penghargaan kepada pihak-pihak yang dianggap telah berjasa bagi kemajuan Organsiasi.

d. Mengusulkan kepada Pimpinan Wilayah untuk memberikan atau mencabut KTA (Kartu Tanda

Anggota).

HAK PIMPINAN ANAK CABANG

Pasal 36

Pimpinan Anak Cabang berhak :

a. Mengusulkan Pimpinan Cabang mengenai pengesahan terbentuknya Pimpinan Ranting.

b. Mengusulkan kepada Pimpinan Cabang untuk memberikan tanda penghargaan kepada pihak-pihak

yang dianggap telah berjasa bagi kemajuan organisasi.

c. Mengusulkan kepada Pimpinan Wilayah melalui Pimpinan Cabang bagi pemberian atau pencabutan

KTA (Kartu Tanda Anggota).

HAK PIMPINAN RANTING

Pasal 37

Pimpinan Ranting berhak :

a. Mengusulkan kepada Pimpinan Cabang untuk memberikan tanda penghargaan kepada pihak-pihak

yang dianggap telah berjasa bagi kemajuan organisasi melalui Pimpinan Anak Cabang.

b. Mengusulkan kepada Pimpinan Anak Cabang untuk disampaikan kepada Pimpinan Wilayah bagi

pemberian atau pencabutan KTA (Kartu Tanda Anggota).

BAB X

PEMBEKUAN PENGURUS

Pasal 38

1. Pimpinan Pusat dapat membekukan Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang. Pimpinan Wilayah

dapat membekukan Pimpinan Anak Cabang dan Pimpinan Cabang dapat membekukan Pimpinan

Ranting.

2. Pembekuan tersebut didasarkan atas keputusan sekurang-kurangnya Rapat Pengurus Harian.

3. Alasan pembekuan harus benar-benar kuat, baik ditinjau dari segi syara’ maupun konstitusi organisasi.

4. Sebelum dilakukan pembekuan, diberikan peringatan terlebih dahulu dengan masa tenggang sekurangkurangnya

15 (lima belas) hari.

5. Setelah pembekuan, kepengurusan dipegang oleh pengurus yang setingkat lebih tinggi dan hanya

untuk menyelenggarakan konferensi guna memilih pengurus baru.

6. Selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan, Konferensi untuk memilih pengurus baru tersebut

harus sudah terlaksana.

BAB XI

PERGANTIAN PENGURUS

Pasal 39

1. Pergantian pengurus dapat dilakukan sebelum masa baktinya berakhir apabila pengurus yang

bersangkutan tidak dapat menunaikan kewajibannya sebagai pengurus.

2. Tata cara pergantian pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini akan diatur dalam

Peraturan Organisasi

BAB XII

LARANGAN PERANGKAPAN JABATAN

Pasal 40

1. Jabatan pengurus harian pada satu tingkat kepengurusan Gerakan Pemuda Ansor tidak dapat dirangkap

dengan jabatan pada tingkatan kepengurusan Gerakan Pemuda Ansor lain dan dengan jabatan pengurus

harian di kepengurusan Nahdlatul Ulama dan dengan organisasi kemasyarakatan pemuda lain yang

asas, sifat dan tujuannya bertentangan dengan Nahdlatul ulama.

2. Terhadap perangkapan jabatan pengurus Gerakan Pemuda Ansor dengan organisasi Politik, Gerakan

Pemuda Ansor mengacu pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama.

Tata cara larangan perangkapan jabatan selanjutnya diatur dalam Peraturan Organisasi

BAB XIII

PENGISIAN LOWONGAN

JABATAN ANTAR WAKTU

Pasal 41

1. Di tingkat Pimpinan Pusat, dalam hal terjadi lowongan Ketua Umum dalam masa bakti kepengurusan

yang sedang berjalan, kepemimpinan dipegang oleh Pejabat sementara berlaku disemua tingkatan

2. Tata cara pengisian lowongan jabatan antar waktu diatur dalam Peraturan Organisasi.

BAB XIV

JANJI PIMPINAN

Pasal 42

1. Pengurus Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor disemua tingkatan sebelum memangku dan

menjalankan tugasnya diwajibkan menyatakan kesediaan diri secara tertulis dan mengucapkan

janji pengurus dengan tatacara sebagai berikut :

a. Janji Pengurus Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor diucapkan oleh setiap pengurus Pimpinan

Gerakan Pemuda Ansor sebelum memulai tugasnya.

b. Pengucapan janji pengurus dilakukan di depan sidang yang melakukan pemilihan atau

ditetapkan secara lain.

c. Tatacara pengucapan janji pengurus diatur tersendiri melalui Peraturan Organisasi.

2. Ketentuan sebagaimana dalam ayat 1 huruf (a) pasal ini juga berlaku bagi pengurus yang

diangkat karena Pergantian Antar Waktu

Bismillahirrahmanirrahim

Asyhadu Alla Ilaha Ilallah Wa’asyhadu Anna Muhammadar Rasullullah.

· Saya berjanji bahwa saya dalam menerima jabatan Pengurus pimpinan Gerakan Pemuda Ansor

akan menjunjung tinggi ajaran Islam Ahlussunnah waljama’ah

· Saya berjanji bahwa saya dalam menerima jabatan Pengurus pimpinan Gerakan Pemuda Ansor

akan menjunjung tinggi amanat yang dipercayakan kepada saya oleh organisasi dengan penuh rasa

tanggungjawab.

· Saya berjanji bahwa saya dalam menerima jabatan Pengurus Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor

akan menunaikan segala kewajiban saya, guna terwujudnya cita-cita Gerakan Pemuda Ansor

dengan berpegang teguh pada Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga.

Saya berjanji bahwa saya selama memegang jabatan Pengurus Pimpinan GP Ansor tidak akan sekalikali

melakukan sesuatu yang dapat merusak disiplin dan merendahkan martabat organisasi

La Haula Wala Quwwata Illa Billahil ‘ Aliyyil ‘Adzim.

BAB XV

DEWAN PENASEHAT

Pasal 43

1. Di tingkat Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang dibentuk Dewan Penasehat yang

anggota-anggotanya diangkat oleh Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang.

2. Anggota Dewan Penasehat diangkat dari mantan Pimpinan Gerakan Pemuda Ansor dan tokoh-tokoh

dilingkungan Gerakan Pemuda Ansor dan keluarga besar NU yang dipandang sesuai dengan jabatan

dan tugas Dewan Penasehat.

3. Dewan Penasehat merupakan badan pertimbangan yang berhak memberikan pertimbangan, saran,

nasehat baik diminta maupun tidak, dilakukan baik secara perorangan maupun kolektif sesuai dengan

tingkat kepengurusan masing-masing.

BAB XVI

PERMUSYAWARATAN DAN RAPAT-RAPAT

Pasal 44

1. Forum permusyawaratan untuk pengambilan keputusan organisasi meliputi :

Kongres, Konferensi Besar, Konferensi Wilayah, Rapat Kerja Wilayah, Konferensi Cabang, Rapat

Kerja Cabang, Konferensi Anak Cabang, Rapat Kerja Anak Cabang, dan Rapat Anggota.

2. Rapat untuk pengambilan keputusan organisasi meliputi : Rapat Harian, Rapat Pleno, Rapat

Lembaga, dan Rapat Koordinasi.

KONGRES

Pasal 45

1. Kongres sebagai permusyawaratan dan pemegang kekuasaan tertinggi dalam organisasi

diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun.

2. Kongres diselenggarakan untuk :

a. Menilai pertanggungjawaban Pimpinan Pusat.

b. Menetapkan program umum organisasi.

c. Menetapkan Peraturan Dasar/Peraturan Rumah Tangga.

d. Merumuskan kebijaksanaan organisasi berkaitan dengan kehidupan, kebangsaan, kemasyarakatan

dan keagamaan.

e. Memilih Pimpinan Pusat.

3. Kongres diadakan dan dipimpin oleh Pimpinan Pusat.

4. Dalam keadaan istimewa dapat diadakan Kongres Istimewa yang diadakan sewaktu-waktu atas

penetapan Pimpinan Pusat atau atas permintaan paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Pimpinan

Cabang yang sah yang meliputi separuh lebih jumlah Pimpinan Wilayah yang sah.

5. Kongres dihadiri oleh :

a. Pimpinan Pusat

b. Pimpinan Wilayah

c. Pimpinan Cabang

d. Undangan yang ditetapkan Panitia

6. Kongres dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ½ (separuh) lebih satu dari utusan

wilayah dan cabang yang sah.

7. Hak suara diatur sebagai berikut :

a. Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, dan Pimpinan Cabang masing-masing mempunyai 1 (satu)

suara.

b. Dalam hal pemilihan pengurus, Pimpinan Pusat tidak mempunyai suara.

8. Acara, tata tertib Kongres dan tatacara pemilihan pengurus dibuat oleh Pimpinan Pusat dengan

pengesahan Kongres.

KONFERENSI BESAR

Pasal 46

1. Konferensi Besar diadakan paling sedikit 2 (dua) kali dalam satu periode kepengurusan Pimpinan

Pusat, dan dalam keadaan istimewa dapat diadakan sewaktu-waktu atas penetapan Pimpinan Pusat

atau atas permintaan paling sedikit separuh lebih dari jumlah Pimpinan Wilayah yang sah.

2. Konferensi Besar diadakan dan dipimpin oleh Pimpinan Pusat.

3. Konferensi Besar dianggap sah apabila dihadiri oleh separuh lebih dari jumlah Pimpinan Wilayah

yang sah dan setiap keputusan dianggap sah apabila telah disetujui oleh separuh lebih dari jumlah

suara yang sah.

4. Konferensi Besar diadakan untuk :

a. Merumuskan penjabaran program kerja Gerakan Pemuda Ansor.

b. Melakukan penilaian atas pelaksanaan program kerja Gerakan Pemuda Ansor.

c. Membicarakan masalah-masalah penting yang timbul diantara dua Kongres.

d. Merumuskan materi yang dipersiapkan sebagai bahan Kongres.

e. Pimpinan Wilayah memberikan laporan perkembangan wilayah dan PP memberikan masukanmasukan

yang konstruktif

5. Konferensi Besar dihadiri oleh :

a. Pimpinan Pusat

b. Pimpinan Wilayah

c. Undangan yang ditetapkan panitia

KONFERENSI WILAYAH

Pasal 47

1. Konferensi Wilayah diselenggarakan 4 (empat) tahun sekali oleh Pimpinan Wilayah, atau dalam

keadaan istimewa dapat diadakan sewaktu-waktu atas penetapan Pimpinan Pusat atau Pimpinan

Wilayah atau atas permintaan paling sedikit separuh lebih dari jumlah Pimpinan Cabang yang sah.

2. Konferensi Wilayah diadakan untuk :

a. Menilai pertanggungjawaban Pimpinan Wilayah.

b. Menetapkan program kerja Pimpinan Wilayah.

c. Memilih Pimpinan Wilayah.

3. Konferensi Wilayah dihadiri oleh :

a. Pimpinan Wilayah

b. Pimpinan Cabang

c. Utusan yang ditetapkan panitia

4. Dalam pemilihan pengurus masing-masing Pimpinan Cabang mempunyai 1 (satu) suara. Pimpinan

Wilayah tidak memiliki hak suara.

RAPAT KERJA WILAYAH

Pasal 48

1. Rapat Kerja Wilayah diselenggarakan 1 (satu) tahun sekali oleh Pimpinan Wilayah.

2. Rapat diadakan untuk :

a. Mengevaluasi pelaksanaan program-program yang telah dilaksanakan.

b. Merancang pelaksanaan program selanjutnya.

c. Menjabarkan keputusan - keputusan organisasi.

d. Membahas hal-hal lain yang dipandang perlu.

e. Rakerwil mendengarkan laporan kegiatan dari setiap PC GP Ansor dan PW memberi masukanmasukan

3. Peserta rapat adalah :

a. Pimpinan Wilayah

b. Pimpinan Cabang

KONFERENSI CABANG

Pasal 49

1. Konferensi Cabang diselenggarakan 4 (empat) tahun sekali oleh Pimpinan Cabang, atau dalam

keadaan istimewa dapat diadakan sewaktu-waktu atas penetapan Pimpinan Cabang atas permintaan

paling sedikit separuh lebih dari jumlah Pimpinan Anak Cabang yang sah.

2. Konferensi Cabang diadakan untuk :

a. Menilai pertanggungjawaban Pimpinan Cabang.

b. Menetapkan program kerja Pimpinan Cabang.

c. Memilih pengurus Pimpinan Cabang.

d. Menetapkan keputusan-keputusan lainnya.

3. Konferensi Cabang dihadiri oleh :

a. Pimpinan Cabang

b. Pimpinan Anak Cabang

c. Pimpinan Ranting

d. Utusan yang ditetapkan panitia

e. Bagi cabang yang anak cabangnya kurang dari 5 (lima) dapat mengikutsertakan ranting.

4. Dalam pemilihan pengurus masing-masing Pimpinan Anak Cabang dan Ranting mempunyai 1 (satu)

suara. Pimpinan Cabang tidak memiliki hak suara.

RAPAT KERJA CABANG

Pasal 50

1. Rapat Kerja Cabang diselenggarakan 1 (satu) tahun sekali oleh Pimpinan Cabang.

2. Rapat diadakan untuk :

a. Mengevaluasi pelaksanaan program-program yang telah dilaksanakan.

b. Merancang pelaksanaan program selanjutnya.

c. Menjabarkan keputusan-keputusan operasional.

d. Membahas hal-hal lain yang dipandang perlu.

a. Rakercab mendengarkan laboran dari setiap PAC GP Ansor dan PC memberi masukan-masukan

atas isi laporan PAC

3. Peserta rapat adalah :

a. Pimpinan Cabang

b. Pimpinan Anak Cabang

KONFERENSI ANAK CABANG

Pasal 51

1. Konferensi Anak Cabang diselenggarakan 3 (tiga) tahun sekali oleh Pimpinan Anak Cabang, atau

dalam keadaan istimewa dapat diadakan sewaktu-waktu atas penetapan Pimpinan Cabang atau

Pimpinan Anak Cabang atas permintaan paling sedikit separuh lebih dari jumlah Pimpinan Anak

Cabang yang sah.

2. Konferensi Anak Cabang diadakan untuk :

a. Menilai pertanggungjawaban Pimpinan Anak Cabang.

b. Menetapkan program kerja Pimpinan Anak Cabang.

c. Memilih pengurus Pimpinan Anak Cabang.

d. Menetapkan keputusan-keputusan lainnya.

3. Konferensi Anak Cabang dihadiri oleh :

a. Pimpinan Anak Cabang

b. Pimpinan Ranting

c. Utusan yang ditetapkan panitia

4. Dalam pemilihan pengurus masing-masing Pimpinan Ranting mempunyai 1 (satu) suara. Pimpinan

Anak Cabang tidak memiliki hak suara.

RAPAT KERJA ANAK CABANG

Pasal 52

1. Rapat Kerja Anak Cabang diselenggarakan 1 (satu) tahun sekali oleh Pimpinan Anak Cabang.

2. Rapat ini diadakan untuk :

a. Mengevaluasi pelaksanaan program-program yang telah dilaksanakan.

b. Merancang pelaksanaan program selanjutnya.

c. Menjabarkan keputusan-keputusan operasional.

d. Membahas hal-hal lain yang dipandang perlu.

3. Peserta rapat adalah :

a. Pimpinan Anak Cabang

b. Pimpinan Ranting

RAPAT ANGGOTA

Pasal 53

1. Rapat anggota diselenggarakan paling sedikit 3 (tiga) tahun sekali oleh Pimpinan Ranting, atau dalam

keadaan istimewa dapat diadakan sewaktu-waktu atas penetapan Pimpinan Ranting atau atas

permintaan paling sedikit separuh jumlah anggota.

2. Rapat anggota dianggap sah apabila dihadiri separuh lebih jumlah anggota yang sah, kecuali dalam

keadaan memaksa atas persetujuan yang hadir, Pimpinan Ranting dapat mensahkan rapat anggota

tersebut.

3. Keputusan dianggap sah apabila disetujui oleh separuh lebih dari jumlah yang hadir, termasuk

anggota-anggota Pimpinan Ranting.

4. Bila dalam pemungutan suara diperoleh suara sama, maka diadakan pemungutan suara ulang sekali.

Dan jika keadaan suara masih tetap sama, maka Ketua Pimpinan Ranting mempunyai suara

menentukan.

5. Setiap anggota yang hadir mempunyai hak suara, sedangkan setiap calon anggota yang hadir hanya

mempunyai hak mengemukakan pendapat.

6. Setiap anggota yang hadir, termasuk anggota-anggota Pimpinan Ranting, dalam pemungutan suara

tentang satu masalah masing-masing mempunyai satu suara, sedangkan dalam pemiliha pengurus,

anggota Pimpinan Ranting tidak mempunyai hak suara.

7. Rapat anggota diadakan untuk membicarakan:

a. Pelaksanaan kegiatan dan program organisasi.

b. Memilih Pimpinan Ranting.

c. Hal-hal lain yang menyangkut kepentingan anggota.

RAPAT-RAPAT LAIN

Pasal 54

1. Rapat Pleno adalah rapat pengurus pleno untuk membahas dan memutuskan sesuatu setiap 6 (enam)

bulan sekali.

2. Rapat Harian adalah rapat Pengurus Harian untuk membahas dan memutuskan hal-hal tertentu yang

diselenggarakan setiap 1 (satu) bulan sekali.

3. Rapat Koordinasi adalah rapat yang diselenggarakan antar tingkat kepengurusan Gerakan Pemuda

Ansor untuk membahas hal, kegiatan atau program tertentu di lingkungan Gerakan Pemuda Ansor.

4. Rapat Lembaga adalah rapat intern atau antar lembaga untuk membahas program-program organisasi.

5. Rapat Koordinasi yang dimaksud dalam ayat 3 ini adalah Rakornas untuk tingkat nasional, Wakorwil

untuk tingkat wilayah, Rakorcab untuk tingkat cabang.

BAB XVII

QUORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 55

Permusyawaratan dan rapat adalah sah apabila memenuhi quorum yakni dihadiri oleh separuh lebih

jumlah peserta.

Pasal 56

Pengambilan keputusan pada asasnya dilakukan secara musyawarah untuk mufakat dan apabila hal ini

tidak mungkin, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

Pasal 57

1. Khusus tentang perubahan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga harus dihadiri sekurangkurangnya

2/3 (dua pertiga) dari jumlah peserta.

2. Untuk hal ini keputusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari

jumlah peserta yang hadir.

BAB XVIII

K E U A N G A N

Pasal 58

1. Keuangan organisasi didapat dari :

a. Iuran anggota, yang terdiri dari :

1) Uang pangkal yang diperoleh pada waktu pendaftaran calon anggota dan diterima oleh

Pimpinan Ranting, Pimpinan Anak Cabang, Pimpinan Cabang dan Pimpinan Wilayah

2) Iuran bulan yang disetor kepada pengurus dimana ia terdaftar sebagai anggota Gerakan

Gemuda Ansor atau di tempat ia berdomisili

3) Besarnya uang pangkal dan uang iuran bulanan di tentukan oleh pimpinan wilayah

berdasarkan pertimbangan kemaslahatan.

b. Sumbangan yang tidak mengikat, yang didapat dari bantuan para dermawan, instansi pemerintah

dan badan-badan swasta dengan tidak mensyaratkan sesuatu kepada organisasi.

c. Usaha lain yang halal dan sah, yaitu usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan syara’ dan

atau hukum negara.

BAB XIX

TATACARA PEMILIHAN

Pasal 59

1. Tata cara pemilihan pengurus diatur dalam tata tertib pemilihan pada masing-masing tingkat

kepengurusan Gerakan Pemuda Ansor

2. Tata tertib pemilihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dan penggunaan hak suara tidak

boleh bertentangan dengan pasal 42 ayat (7), pasal 44 ayat (4), pasal 46 ayat (4) dan pasal 48 ayat (4)

peraturan rumah tangga ini

BAB XX

PEMBUBARAN ORGANISASI

Pasal 60

1. Usul pembubaran organisasi dapat diterima apabila diajukan secara tertulis kepada Pimpinan Pusat

oleh 2/3 (dua pertiga) jumlah Pimpinan Cabang dan Pimpinan Wilayah yang sah dan meliputi separuh

lebih dari jumlah wilayah yang sah.

2. Untuk membicarakan usul pembubaran, selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah usul diterima,

maka Pimpinan Pusat harus menyelenggarakan Kongres Luar Biasa.

3. Kongres Luar Biasa dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) dari

jumlah Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang yang sah.

4. Keputusan tentang pembubaran organisasi dianggap sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya ¾

(tiga perempat) dari jumlah yang sah.

5. Apabila organisasi dibubarkan, segala kekayaan yang dimiliki dihibahkan kepada Badan Otonom

Nahdlatul Ulama.

BAB XXI

P E N U T U P

Pasal 61

1. Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Rumah Tangga ini diatur dalam Peraturan Organisasi.

2. Peraturan Rumah Tangga ini hanya dapat diubah oleh Kongres.

3. Peraturan Rumah Tangga ini ditetapkan oleh Kongres dan berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : S u r a b a y a

Pada Tanggal : 11 S a f a r 1432 H

16 Januari 2011 M

Pimpinan Rapat Pleno V

Ketua, Sekretaris,

ttd ttd

Endang Sobirin Maskut Candranegara






Minggu, 31 Juli 2011

Susunan Pengurus

BARISAN ANSOR SERBAGUNA ( BANSER )
SATUAN KORDINASI RAYON ( SATKORYON )
KECAMATAN PRAMBANAN
MASA KHIDMAT 2010 - 2013



KEPALA BANSER : SURONO
SEKRETARIS : LISMOKO
BENDAHARA : ANTON
KEPALA SATUAN PENGAWAS : SUTIKNO

Susunan Pengurus

PIMPINAN ANAK CABANG ( PAC ) GERAKAN PEMUDA ANSOR NU KECAMATAN PRAMBANAN
MASA KHIDMAT 2010 / 2013



PENASEHAT :
- NUR HIDAYAT ( GUNUNG GEBANG )
- FAISHOL MUSLIM ( BELORAN )
- AGUNG SUJATMIKO ( CANDI SINGO )
- AMBAR SETIAWAN ( SAWO )

Pengurus Harian
Ketua : Achyar Machmudi ( Dayakan )
Wakil Ketua I : Yahmadi ( Dukuh )
Wakil Ketua II : Surono ( Umbulsari A )
Sekretaris : Suyanto ( Ngeburan )
Wakil Sekretaris : Fawas Chaidir P. K. J ( Potrojayan )
Bendahara : Subardi ( Gunung Gebang )
Wakil Bendahara : Agus Kurniawan ( Candi Singo )

DEPARTEMEN – DEPARTEMEN

• Departemen Agama dan Ideologi
Koord: - Sarmin ( Klero )
- Faishal Bisri ( Pandansari )
- Ikhsanudin ( Sengir )

• Departemen Pendidikan dan Pengkaderan
Koord: - Lismoko ( Klero )
- Rahmat Widodo ( Kantangan )
- Maryoto ( Karanggedhe )

• Departemen Olahraga, Kebudayaan, dan IPTEK
Koord: - Ngadimin ( Umbulsari B )
- Deni Supriyanto ( Morobangun )
- Sutikno ( Berjo )

• Departemen Pemberdayaan Ekonomi dan Masyarakat
Koord: - Ikhwanudin ( Umbulsari B )
- Harmanto ( Gunung Gebang )
- Taufik ( Grogol )

Kamis, 28 Juli 2011

Nikmat Sehat dan Kesempatan

Suatu ketika Rasulullah SAW berpesan kepada Ibnu Abbas tentang dua kenikmatan yang sering membuat manusia lupa, lalai, dan tertipu. Beliau, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari, mengistilahkan orang-orang seperti itu sebagai maghbun, yaitu mereka yang sering melupakan atau meremehkan kondisi sehat dan kesempatan (waktu luang).

Sabda Rasulullah SAW, ''Kondisi sehat dan kesempatan luang adalah dua nikmat yang Allah SWT berikan kepada manusia, namun sering mereka lupakan.'' Dari hadis ini, ada dua pesan yang Nabi SAW sampaikan.

Pertama, manusia hendaknya selalu menyikapi segala keadaan yang mereka alami sebagai nikmat dari Allah SWT. Karena itu, mereka mesti menyadari bahwa ada sesuatu yang harus dilakukan sebagai wujud rasa terima kasih kita kepada pemberi nikmat itu.

Ketika sehat, kita sebetulnya ditegur untuk selalu ingat bahwa kesehatan adalah nikmat luar biasa. Dengan demikian, kita akan selalu menggunakan kesehatan yang kita miliki untuk makin meningkatkan ketaatan kepada-Nya.

Kedua, manusia hendaknya selalu mengoptimalkan kesempatan yang ada untuk melakukan hal-hal yang positif bagi dirinya dan orang lain. Karena, kebanyakan manusia terlalu sibuk dengan urusan-urusan duniawi hingga melupakan hal-hal yang berkaitan dengan akhirat. Seakan tidak ada waktu untuk beribadah kepada Allah SWT, yang ada adalah waktu untuk memperoleh materi duniawi.

Hal demikianlah yang sangat Rasulullah khawatirkan. Kesehatan dan kesempatan adalah dua hal utama yang sering membuat manusia melupakan Allah SWT. Inilah yang disinyalir oleh ulama besar Ibnu al-Jauzi, ''Terkadang manusia itu sehat, tapi tidak memiliki kesempatan luang karena kesibukannya dengan urusan dunia. Ada juga yang memiliki kesempatan luang, namun tidak sehat. Ketika dua hal ini ada pada diri manusia, ternyata membuat mereka malas untuk taat kepada Allah, maka inilah orang-orang yang maghbun.''

Ketika mengomentari istilah maghbun ini, ulama Ibnu Baththal mengatakan, ''Maksud hadis yang Nabi SAW sampaikan ini adalah bahwa seseorang yang mensyukuri kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT berikan, dengan melakukan apa yang Allah SWT perintahkan dan menjauhi segala hal yang dilarang-Nya, maka ia tidak termasuk golongan orang-orang yang maghbun.''

Kita tentunya tidak ingin termasuk dalam golongan orang-orang yang Rasulullah SAW sebut sebagai orang-orang yang maghbun. Yaitu, orang-orang yang sama sekali tidak memahami hakikat kesehatan yang dimilikinya, sehingga tidak mensyukurinya. Juga orang-orang yang tidak dapat memanfaatkan waktu luangnya untuk semakin menambah kataatan kepada Allah SWT.

Manusia yang cerdas akan memahami itu semua sebagai sebuah kenikmatan yang menyadarkannya. Kenikmatan yang disyukuri dalam bentuk amalan nyata lahir dan batin, akan mengantarkan manusia menjadi orang-orang yang beruntung di dunia dan akhirat. Kesehatan dan kesempatan luang yang dimiliki justru akan dipahami sebagai sebuah kesempatan emas untuk meningkatkan nilai-nilai amal di hadapan Allah SWT. Wallahu a'lam.-republika

Jumat, 22 Juli 2011

Penentuan Hilal awal bulan Ramadhan dan Syawa





1. Cara menentukan Ibadah Puasa dan Iedul Fithri

Awal puasa ditentukan dengan tiga perkara :
1. Ru’yah hilal (melihat bulan sabit).
2. Persaksian atau kabar tentang ru’yah hilal.
3. Menyempurnakan bilangan hari bulan Sya’ban.


Tiga hal ini diambil dari hadits-hadits dibawah ini :
1. Hadits dari Abi Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata :
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya (hilal bulan Syawal). Jika kalian terhalang awan, maka sempurnakanlah Sya’ban tiga puluh hari.” (HSR. Bukhari 4/106, dan Muslim 1081)

2. Hadits dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma :
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari kecuali seseorang diantara kalian yang biasa berpuasa padanya. Dan janganlah kalian berpuasa sampai melihatnya (hilal Syawal). Jika ia (hilal) terhalang awan, maka sempurnakanlah bilangan tiga puluh hari kemudian berbukalah (Iedul Fithri) dan satu bulan itu 29 hari.” (HR. Abu Dawud 2327, An-Nasa’I 1/302, At-Tirmidzi 1/133, Al-Hakim 1/425, dan di Shahih kan sanadnya oleh Al-Hakim dan disetujui oleh Adz-Dzahabi)

3. Hadits dari ‘Adi bin Hatim radhiallahu ‘anhu :
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Apabila datang bulan Ramadhan, amka berpuasalah 30 hari kecuali sebelum itu kalian melihat hilal.” (HR. At-Thahawi dalam Musykilul Atsar 105, Ahmad 4/377, Ath-Thabrani dalam Ak-Kabir 17/171 dan lain-lain)

4. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
“Puasalah karena melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya. Jika awan menghalangi kalian sempurnakanlah tiga puluh hari. Jika dua orang saksi mempersaksikan (ru’yah hilal) maka berpuasalah dan berbukalah kalian karenanya.” (HR. An-Nasa’I 4/132, Ahmad 4/321, Ad-Daruquthni, 2/167, dari Abdurrahman bin Zaid bin Al-Khattab dari sahabat-sahabat Rasulullah, sanadnya Hasan. Demikian keterangan Syaikh Salim Al-Hilali serta Syaikh Ali Hasan. Lihat Shifatus Shaum Nabi, hal. 29)

Hadits-hadits semisal itu diantaranya dari Aisyah, Ibnu Umar, Thalhah bin Ali, Jabir bin Abdillah, Hudzaifah dan lain-lain Radliallahu ‘anhum. Syaikh Al-Albani membawakan riwayat-riwayat mereka serta takhtrij-nya dalam Irwa’ul Ghalil hadits ke 109.

Isi dan makna hadits-hadits diatas menunjukkan bahwa awal bulan puasa dan Iedul Fithri ditetapkan dengan tiga perkara diatas. Tentang persaksian atau kabar dari seseorang berdalil dengan hadits yang keempat dengan syarat pembawa berita adalah orang Islam yang adil, sebagaimana tertera dalam riwayat Ahmad dan Daraquthni. Sama saja saksinya dua atau satu sebagaimana telah dinyatakan oleh Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma ketika beliau berkata :
“Manusia sedang melihat-lihat (munculnya) hilal. Aku beritahukan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa aku melihatnya. Maka beliau berpuasa dan memerintahkan manusia untuk berpuasa.” (HR. Abu Dawud 2342, Ad-Darimi 2/4, Ibnu Hibban 871, Al-Hakim 1/423 dan Al-Baihaqi, sanadnya Shahih sebagaimana diterangkan oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam At-Talkhisul Kabir 2/187)

Catatan dari hadits-hadits diatas (oleh saya/uli):
1. Penentuan hilal yang disyari’atkan dalam agama ini cukup melihat bulan dengan mata telanjang.
2. Menentukan awal masuknya bulan dengan metode hisab dibantu dengan ilmu astronomi tidak disyari’atkan dalam agama ini (bid’ah), perhatikan hadits-hadits seputar penentuan hilal diatas.
3. Allah menjadikan mudah agama ini, maka tidak perlu kita mempersulit diri.

2. Perbedaan Mathla’ (Tempat Muncul Hilal) dan Perselisihan Tentangnya

Hadits-hadits diatas menerangkan dengan jelas bahwa dalam mengetahui masuk dan berakhirnya bulan puasa adalah dengan ru’yah hilal, bukan dengan hisab. Dan konteks kalimatnya kepada semua kaum muslimin bukan hanya kepada satu negeri atau kampung tertentu. Maka, bagaimana cara mengkompromikan hadits-hadits diatas dengan hadits Kuraib atau hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhum yang berbunyi :
“Kuraib mengabarkan bahwa Ummu Fadll bintul Harits mengutusnya kepada Muawiyyah di Syam. Kuraib berkata : “Aku sampai di Syam kemudian aku memenuhi keperluannya dan diumumkan tentang hilal Ramadhan, sedangkan aku masih berada di Syam. Kami melihat hilal pada malam Jum’at. Kemudian aku tiba di Madinah pada akhir bulan. Maka Ibnu Abbas bertanya kepadaku – kemudian dia sebutkan tentang hilal — : ‘kapan kamu melihat Hilal?’ Akupun menjawab : ‘Aku melihatnya pada malam Jum’at. Beliau bertanya lagi : ‘Engkau melihatnya pada malam Jum’at ?’ Aku menjawab :’Ya, orang-orang melihatnya dan merekapun berpuasa, begitu pula Muawiyyah.’ Dia berkata : ‘Kami melihatnya pada malam Sabtu, kami akan berpuasa menyempurnakan tiga puluh hari atau kami melihatnya (hilal).’Aku bertanya : ‘Tidakkah cukup bagimu ruyah dan puasa Muawiyyah ?’ Beliau menjawab : ‘Tidak! Begitulah Rasulullah memerintahkan kami.’” (HR. Muslim 1087, At-Tirmidzi 647 dan Abu Dawud 1021. Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi di Shahih kan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi 1/213)

Dalam hadits Kuraib diatas dan hadits-hadits sebelumnya para ulama berselisih pendapat. Perselisihan ini disebutkan dalam Fathul Bari Juz. 4 hal. 147. Ibnu Hajar berkata : “Para Ulama berbeda pendapat tentang hal ini atas beberapa pendapat :

Pendapat Pertama :
Setiap negeri mempunyai ru’yah atau mathla’. Dalilnya dengan hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma dalam Shahih Muslim. Ibnul Mundzir menceritakan hal ini dari Ikrimah, Al-Qasim Salim dan Ishak, At-Tirmidzi mengatakan bahwa keterangan dari ahli ilmu dan tidak menyatakan hal ini kecuali beliau. Al-Mawardi menyatakan bahwa pendapat ini adalah salah satu pendapat madzab Syafi’i.

Pendapat Kedua :
Apabila suatu negeri melihat hilal, maka seluruh negeri harus mengikutinya. Pendapat ini masyhur dari kalangan madzhab Malikiyah. Tetapi Ibnu Abdil Barr mengatakan bahwa ijma’ telah menyelisihinya. Beliau mengatakan bahwa para ulama sepakat bahwa ru’yah tidak sama pada negara yang berjauhan seperti antara Khurasan (negara di Rusia) dan Andalus (negeri Spanyol).
Al-Qurthubi berkata bahwa para syaikh mereka telah menyatakan bahwa apabila hilal tampak terang disuatu tempat kemudian diberitakan kepada yang lain dengan persaksian dua orang, maka hal itu mengharuskan mereka semua berpuasa…
Sebagian pengikut madzhab Syafi’i berpendapat bahwa apabila negeri-negeri berdekatan, maka hukumnya satu dan jika berjauhan ada dua :
1. Tidak wajib mengikuti, menurut kebanyakan mereka
2. Wajib mengikuti. Hal ini dipilih oleh Abu Thayib dan sekelompok ulama. Hal ini dikisahkan oleh Al-Baghawi dari Syafi’i.

Sedangkan dalam menentukan jarak (jauh) ada beberapa pendapat :
1. Dengan perbedaan mathla’. Ini ditegaskan oleh ulama Iraq dan dibenarkan oleh An-Nawawi dalam Ar-Raudlah dan Syarhul Muhadzab.
2. Dengan jarak mengqashar shalat. Hal ini ditegaskan Imam Al-Baghawi dan dibenarkan oleh Ar-Rafi’i dalam Ash-Shaghir dan An-Nawawi dalam Syarhul Muslim.
3. Dengan perbedaan iklim.
4. Pendapat As-Sarkhasi : “Keharusan ru’yah bagi setiap negeri yang tidak samar atas mereka hilal.”
5. Pendapat Ibnul Majisyun : “Tidak harus berpuasa karena persaksian orang lain…” berdalil dengan wajibnya puasa dan beriedul fithri bagi orang yang melihat hilal sendiri walaupun orang lain tidak berpuasa dengan beritanya.

Imam Syaukani menambahkan : “Tidak harus sama jika berbeda dua arah, yakni tinggi dan rendah yang menyebabkan salah satunya mudah melihat hilal dan yang lain sulit atau bagi setiap negeri mempunyai iklim. Hal ini diceritakan oleh Al-Mahdi dalam Al-Bahr dari Imam Yahya dan Hadawiyah.”

Hujjah ucapan-ucapan diatas adalah hadits Kuraib dan segi pengambilan dalil adalah perbuatan Ibnu Abbas bahwa beliau tidak beramal (berpuasa) dengan ru’yah penduduk Syam dan beliau berkata pada akhir hadits : “Demikian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyuruh kami.” Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma menghapal dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa penduduk suatu negeri tidak harus beramal dengan ru’yah negeri lain. Demikian pendalilan mereka.

Adapun menurut jumhur ulama adalah tidak adanya perbedaan mathla’ (tempat munculnya hilal). Oleh karena itu kapan saja penduduk suatu negeri melihat hilal, maka wajib atas seluruh negeri berpuasa karena sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ,”Puasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya.” Ucapan ini umum mencakup seluruh ummat manusia. Jadi siapa saja dari mereka melihat hilal dimanapun tempatnya, maka ru’yah itu berlaku bagi mereka semuanya.” (Fiqhus Sunah 1/368)

As-Shan’ani rahimahullah berkata, “Makna dari ucapan “karena melihatnya” yaitu apabila ru’yah didapati diantara kalian. Hal ini menunjukkan bahwa ru’yah pada suatu negeri adalah ru’yah bagi semua penduduk negeri dan hukumnya wajib.” (Subulus Salam 2/310)

Imam As-Syaukani membantah pendapat-pendapat yang menyatakan bahwasanya ru’yah hilal berkaitan dengan jarak, iklim dan negeri dalam kitabnya Nailul Authar 4/195.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa berkata : “Orang-orang yang menyatakan bahwa ru’yah tidak digunakan bagi semuanya (negeri-negeri) seperti kebanyakan pengikut-pengikut madzhab Syafi’i, diantaranya mereka ada yang membatasi dengan jarak qashar shalat, ada yang membatasi dengan perbedaan mathla’ seperti Hijaz dengan Syam, Iraq dengan Khurasan, kedua-duanya lemah (dha’if) karena jarak qashar shalat tidak berkaitan dengan hilal….

Apabila seseorang menyaksikan pada malam ke 30 bulan Sya’ban di suatu tempat, dekat maupun jauh, maka wajib puasa. Demikian juga kalau menyaksikan hilal pada waktu siang menjelang maghrib maka harus imsak (berpuasa) untuk waktu yang tersisa, sama saja baik satu iklim atau banyak iklim.” (Majmu’ Fatawa Juz 25 hal 104-105)

Shidiq Hasan Khan berkata : “Apabila penduduk suatu negeri melihat hilal, maka seluruh negeri harus mengikutinya. Hal itu dari segi pengambilan dalil hadits-hadits yang jelas mengenai puasa, yaitu “karena melihat hilal dan berbuka karena hilal” (Hadits Abu Hurairah dan lain-lain). Hadits-hadits tersebut berlaku untuk semua ummat, maka barangsiapa diantara mereka melihat hilal dimana saja tempatnya, jadilah ru’yah itu untuk semuanya …” (Ar-Raudhah An-Nadiyah 1/146).

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah dalam mengomentari ucapan Sayyid Sabiq yang mendukung pendapat yang mewajibkan ru’yah bagi setiap penduduk suatu negeri dan penentuan jarak dan tanda-tandanya mengatakan : “… Saya –demi Allah- tidak mengetahui apa yang menghalangi Sayyid Sabiq sehingga dia memilih pendapat yang syadz (ganjil) ini dan enggan mengambil keumuman hadits yang shahih dan merupakan pendapat jumhur ulama sebagaimana yang dia sebutkan sendiri. Pendapat ini juga telah dipilih oleh banyak kalangan ulama muhaqiqin seperti Ibnu Taimiyyah, di dalam Al-Fatawa jilid 25, As-Syaukani dalam Nailul Authar, Shidiq Hasan Khan di dalam Ar-Raudhah An-Nadiyah 1/224-225 dan selain mereka. Dan inilah yang benar. Pendapat ini tidak bertentangan dengan hadits Ibnu Abbas (hadits Kuraib) karena beberapa perkara yang disebutkan As-Syaukani rahimahullah. Kemungkinan yang lebih kuat untuk dikatakan adalah bahwa hadits Ibnu Abbas tertuju bagi orang yang berpuasa berdasarkan ru’yah negerinya, kemudian sampai berita kepadanya pada pertengahan Ramadhan bahwa di negeri lain melihat hilal satu hari sebelumnya. Pada keadaan semacam ini beliau (Ibnu Abbas) meneruskan puasanya bersama penduduk negerinya sampai sempurna 30 hari atau melihat hilal. Dengan demikian hilanglah kesulitan (pengkompromian dua hadits) tersebut sedangkan hadits Abu Harairah dan lain-lain tetap pada keumumannya, mencakup setiap orang yang sampai kepadanya ru’yah hilal dari negeri mana saja tanpa adanya batasan jarak sama sekali, sebagaimana yang ditegaskan oleh Ibnu Taimiyah di dalam Al-Fatawa 75/104 …(Tamamul Minnah, hal. 397)

3. Bolehkah Ber -Iedul Fithri Sendiri Menyelisihi Kaum Muslimin ?

Sekarang timbul permasalahan yaitu seseorang yang melihat ru’yah sendirian secara jelas, apakah dia harus beriedul fithri dan berpuasa sendiri atau bersama manusia ?
Dalam permasalahan ini ada tiga pendapat, sebagaimana yang dirinci oleh Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa 25/114 :

Pendapat Pertama :
Wajib atasnya berpuasa dan ber’iedul fithri secara sembunyi-sembunyi. Inilah madzhab Syafi’i.

Pendapat Kedua :
Dia harus berpuasa tetapi tidak ber’iedul fithri kecuali ketika bersama manusia. Pendapat ini masyhur dari madzhab Maliki dan Hanafi.

Pendapat Ketiga :
Dia berpuasa dan ber’iedul fithri bersama manusia. Inilah pendapat yang paling jelas karena sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam (artinya) : “Puasa kalian adalah hari kalian berpuasa dan berbuka kalian (Iedul Fithri) adalah hari kalian berbuka (tidak berpuasa) dan Adha kalian adalah hari kalian berkurban. (HR. Tirmidzi 2/37 dan beliau berkata “hadits gharib hasan”. Syaikh Al-Albani berkata : “Sanadnya jayyid dan rawi-rawinya semuanya tsiqah. Lihat Silsilah Al-Hadits As-Shahihah 1/440)
Demikian keterangan Syaikhul Islam.

Bertolak dari hadits Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu diatas, para ulama pun berkomentar. Di antaranya Imam At-Tirmidzi berkata setelah membawakan hadits ini : “Sebagian ahlu ilmi (ulama) mentafsirkan hadits ini bahwa puasa dan Iedul Fithri bersama mayoritas manusia.”

Imam As-Shan’ani berkata : “Dalam hadits itu terdapat dalil bahwa hari Ied ditetapkan bersama manusia. Orang yang mengetahui hari Ied dengan ru’yah sendirian wajib baginya untuk mencocoki lainnya dan mengharuskan dia untuk mengikuti mereka didalam shalat Iedul Fithri dan Iedul Adha.” (Subulus Salam 2/72)

Ibnul Qayyim berkata : “Dikatakan bahwa di dalam hadits itu terdapat bantahan terhadap orang yang mengatakan bahwa barangsiapa mengetahui terbitnya bulan dengan perkiraan hisab, boleh baginya untuk berpuasa dan berbuka, berbeda dengan orang yang tidak tahu. Juga dikatakan (makna yang terkandung dalam hadits itu) bahwa saksi satu orang apabila melihat hilal sedangkan hakim tidak menerima persaksiannya, maka dia tidak boleh berpuasa sebagaimana manusia tidak berpuasa.” (Tahdzibus Sunan 3/214)

Abul Hasan As-Sindi setelah menyebutkan hadits Abu Hurairah pada riwayat Tirmidzi, berkata dakam Shahih Ibnu Majah : “Yang jelas maknanya adalah bahwa perkara-perkara ini bukan untuk perorangan, tidak boleh bersendirian dalam hal itu. Perkaranya tetap diserahkan kepada imam dan jamaah. Atas dasar ini, jika seseorang melihat hilal sedangkan imam menolak persaksiannya, maka seharusnya tidak diakui dan wajib atasnya untuk mengikuti jamaah pada yang demikian itu.”

Syaikh Al-Albani menegaskan : “Makna inilah yang terambil dari hadits tersebut. Diperkuat makna ini dengan hujjah Aisyah terhadap Masruq melarang puasa pada hari Arafah karena khawatir pada saat itu hari nahr (10 Dzulhijah). Aisyah menerangkan kepadanya bahwa pendapatnya tidak dianggap dan wajib atasnya untuk mengikuti jama’ah. Aisyah berkata : “Nahr adalah hari manusia menyembelih kurban dan Iedul Fithri adalah hari manusia berbuka.” (Silsilah Al-Hadits As-Shahihah 1/443-444)

Akan tetapi jika seseorang tinggal disuatu tempat yang tidak ada orang kecuali dia, apabila ia melihat hilal, maka wajib berpuasa karena dia sendirian di sana. Sebagaimana perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ fatawa 25/117.

Terkadang seorang Imam meremehkan ketika disampaikan penetapan hilal dengan menolak persaksian orang yang adil, bisa jadi karena tidak mau membahas tentang keadilannya atau karena politik dan sebaginya dari alasan-alasan yang tidak syar’i, maka bagaimana hukumnya ?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam hal ini mengatakan : “Apa yang sudah menjadi ketetapan sebuah hukum tidak berbeda keadaannya pada orang yang diikuti dalam ru’yah hilal. Sama saja dia seorang mujtahid yang benar atau salah, atau melampaui batas. Tentang masalah apabila hilal tidak tampak dan tidak diumumkan padahal manusia sangat bersemangat mencarinya telah tersebut dalam As-Shahihah bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda tentang para imam : Mereka (para imam) shalat bersama kalian, jika mereka benar maka pahala bagi kalian dan mereka, dan jika salah maka pahala bagi kalian dan dosa atas mereka.” Maka kesalahan dan pelampauan batas adalah atas mereka bukan atas kaum muslimin yang tidak salah dan tidak melampaui batas.” (Majmu’ Fatawa, 25/206)

Jika timbul pertanyaan bagaimana hukum puasa pada hari mendung, pada saat hilal terhalang oleh awan sedangkan pada waktu itu malam yang ke 30 dari bulan Sya’ban ?

Dalam permasalahan ini, Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam menerangkan dalam kitab beliau Taudlihul Ahkam 1/139 sebagai berikut :
“Pendapat yang masyhur dalam madzhab Imam Ahmad adalah wajib puasa pada waktu itu. Pengikut-pengikut beliau membela madzhabnya dan membantah hujjah orang yang menyelisihinya. Pendapat ini berdalil dengan hadits Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma yang ada dalam Shahihain bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Apabila kalian melihat hilal (Ramadhan), maka puasalah dan apabila melihatnya (hilal Syawal) maka berbukalah. Jika mendung atas kalian maka kira-kirakanlah.” Dengan persempit bulan Sya’ban menjadi 29 hari.

Sedangkan Imam Malik, Syafi’I dan Hanafi berpendapat bahwa tidak disyari’atkannya puasa pada waktu itu, karena pada waktu itu adalah waktu keraguan yang dilarang puasa padanya. Mereka berdalil dengan hadits Ammar yang diriwayatkan oleh Ashabus Sunan : “Barang siapa berpuasa pada hari yang diragukan, maka dia sungguh telah bermaksiat kepada Abul Qasim Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam .” Pendapat inilah pendapat Imam Ahmad yang sebenarnya.

Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughni bahwa riwayat dari Imam Ahmad menyatakan bahwa pada waktu itu puasa tidak wajib dan jika dia puasa, maka tidak dianggap puasa Ramadhan. Inilah pendapat kebanyakan ahlul ilmi (ulama).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan : “Tidak berpuasa (pada saat itu) adalah madzhab Imam Ahmad. Imam Ahmad juga mengatakan bahwa berpuasa pada hari yang diragukan adalah mendahului Ramadhan dengan puasa satu hari. Sungguh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melarang hal itu. Yang masih diragukan adalah tentang wajibnya berpuasa pada hari itu, padahal tidak wajib dilakukan bahkan yang disunnahkan adalah meninggalkannya …. Kalau dikatakan boleh dua perkara, maka sunnah untuk berbuka itu lebih utama.”

Beliau (Ibnu Taimiyyah) berkata dalam Al-Furu : “Aku tidak mendapatkan dari Ahmad bahwa beliau menegaskan wajibnya dan memerintahkannya, maka janganlah (pendapat diatas) dinisbatkan kepadanya.”

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan murid-murid beliau memilih larangan berpuasa (pada waktu itu).

Syaikh Muhammad bin Hasan berkata : “Tidak diragukan lagi bahwa para peneliti dari kalangan madzhab Hambali dan selainnya berpendapat tentang tidak wajibnya berpuasa bahkan dimakruhkan atau diharamkan.”

Syaikh Abdul Lathief bin Ibrahim barkata bahwa orang yang melarang puasa (pada waktu diatas) mempunyai hujah hadits-hadits, diantaranya hadits Ammar : “Tidak boleh puasa pada waktu ragu.” At-Tirmidzi mengatakan bahwa berdasarkan hadits ini para ulama dari kalangan shahabat dan tabi’in beramal.”
Demikian penjelasan Syaikh Ali Bassam.

Dari keterangan diatas menunjukkan bahwa malam ke-30 dari bulan Sya’ban apabila tidak terlihat hilal karena terhalang oleh awan dan selainnya adalah waktu yang diragukan padanya puasa. Oleh karena itu Imam As-Shan’ani menegaskan : “Ketahuilah bahwa hari yang diragukan adalah hari ke 30 dari bulan Sya’ban apabila tidak terlihat hilal pada malam itu, karena ada awan yang menghalangi atau selainnya. Bisa jadi saat itu bulan Ramadhan atau Sya’ban. Dan makna hadits Ammar dan selainnya menunjukkan atas haramnya puasa (pada saat itu).” (Subulus Salam 2/308)

Kalau sudah jelas bahwa hari yang diragukan, maka tidak sepantasnya bagi seorang muslim untuk berpuasa sebelum Ramadhan satu atau dua hari dengan alasan ihtiyath (berhati-hati) kecuali kalau hari itu bertepatan dengan hari puasa (yang biasa ia lakukan).

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Qasim Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Janganlah kalian dahului Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari, kecuali orang yang biasa berpuasa (bertepatan pada hari itu), maka puasalah.” (HR. Muslim)

Shilah bin Zufar dari Amar berkata : “Barangsiapa berpuasa pada hari yang diragukan, maka sungguh dia telah bermaksiat kepada Abul Qasim Qasim Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (Lihat Shifatus Shaum Nabi Qasim Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam karya Syaikh Ali Hasan dan Syaikh Salim Al-Hilali hal.28).

4. Hukum Hilal Yang Diketahui Pada Akhir Siang

Dari Umair bin Anas bin Malik dari pamannya dari kalangan shahabat bahwasanya ada sekelompok pengendara datang. Mereka mempersaksikan bahwa telah melihat hilal kemarin. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan mereka untuk berbuka (Iedul Fithri) dan pergi pagi-pagi ke tanah lapang keesokan harinya. (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Sunan Tirmidzi 1/214, hadits ke 1026).

Hadits ini sebagai dalil bagi orang yang berkata bahwasanya sahalat Ied boleh dilakukan pada hari kedua, apabila tidak jelas waktu Ied kecuali setelah keluar waktu shalatnya. Pendapat ini adalah pendapat Al-Auza’I, At-Tsauri, Ahmad, Ishaq, Abu Hanifah, Abu Yusuf, Muhammad, Syafi’I, dll… Dhahir hadits diatas menunjukkan bahwa shalat pada hari yang kedua itu adalah penunaian bukan qadla.” Demikian keterangan Imam Asy-Syaukani dalam Nailul Authar 3/310.

Imam As-Shan’ani menyatakan : “hadits diatas sebagai dalil bahwa shalat Ied dilaksanakan hari kedua tatkala waktu Ied diketahui dengan jelas sesuadah keluar (habis) waktu shalat.” (Subulus Salam 2/133)

Demikian keterangan para ulama tentang masalah diatas yang menunjukkan bolehnya shalat Iedul Fithri pada hari kedua. Semoga tulisan yang diambil dari kitab-kitab para ulama ini bermanfaat bagi kita. Kesempurnaan itu hanya mutlak milik Allah Ta’ala sedangkan makhluk tempat khilaf dan kekurangan. Wallahu A’lam bis Shawab.

Penulis: Al Ustadz Zuhair Syarif
Catatan :
Khusus hilal Iedhul Adha sedikit berbeda, mengingat hari Ied baru tanggal 10 bulan Dzulhijjah, maka tinggal dihitung sepuluh hari mendatang setelah hilal nampak.
(Dikutip dari Majalah Salafy, edisi XXIII, hal. 12-22, penulis Ustadz Zuhair Syarif).

Silahkan menyalin & memperbanyak artikel ini dengan mencantumkan url sumbernya.
Sumber artikel : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=265









Sabtu, 16 Juli 2011

Malam Nisfu Sya’ban,Malam mulia yang sering terlupakan



Berhubung hari ini bertepatan dengan tanggal 15 Sya’ban 1432 H.Berikut saya posting tulisan dari H Mas Alim Katu (Peserta Program S3 PPs UIN Alauddin) mengenai keistimewaan dan kemulian Nisfu Sya’ban yang saya kutip dari website tetangga semoga bisa menjadi pelajaran berharga bagi saya dan menambah pengetahuan bagi rekan2 yang sempat mampir ke blog ini…





Sejak semula, Rasulullah Muhammad SAW telah mensinyalir bahwa bulan Sya’ban atau bulan ke-8 dari perhitungan bulan Qamariyah (Hijriah) merupakan bulan yang biasa dilupakan orang.
Maksud Rasulullah, hikmah dan berbagai kemuliaan dan kebajikan yang ada dalam bulan Sya’ban dilupakan orang. Mengapa dilupakan? Menurut pengakuan Rasulullah, karena bulan Sya’ban berada di antara dua bulan yang sangat terkenal keistimewaannya. Kedua bulan dimaksud adalah bulan Rajab dan bulan Ramadan. Bulan Rajab selalu diingat karena di dalamnya ada peristiwa Isra Mikraj yang diperingati dan dirayakan sedang bulan Ramadan ditunggui kedatangannya karena bulan ini adalah bulan yang paling mulia dan istimewa di antara bulan yang ada.

Lantas apa dan bagaimana bulan Sya’ban? Keistimewaan dan kemuliaan bulan Sya’ban terletak pada pertengahannya, sehingga disebut dengan Nisfu Sya’ban. Nisfu artinya setengah atau seperdua, dan Sya’ban sebagaimana disebut pada awal tulisan ini, adalah bulan kedelapan dari tahun Hijrah. Nisfu Sya’ban secara harfiyah berarti hari atau malam pertengahan bulan Sya’ban atau tanggal 15 Sya’ban. Kata Sya’ban sendiri adalah istilah bahasa Arab yang berasal dari kata syi’ab yang artinya jalan di atas gunung.

Menurut relung Ensiklopedia Panjimas, bulan kedelapan dari tahun Hijriah itu dinamakan dengan Sya’ban karena pada bulan itu ditemukan banyak jalan untuk mencapai kebaikan. Malam Nisfu Sya’ban dimuliakan oleh sebagian kaum muslimin karena pada malam itu diyakini dua malaikat pencatat amalan keseharian manusia; Raqib dan Atib, menyerahkan catatan amalan manusia Allah SWT, dan pada malam itu pula catatan-catatan itu diganti dengan catatan yang baru.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda “Bulan Sya’ban itu bulan yang biasa dilupakan orang, karena letaknya antara bulan Rajab dengan bulan Ramadan. Ia adalah bulan diangkatnya amal-amal oleh Tuhan. Aku menginginkan saat diangkat amalku aku dalam keadaan sedang berpuasa (HR Nasa’I dari Usamah). Sehubungan dengan hal itu Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan pengakuan Aisyah lam yakunin Nabiyi sha mim yashumu aksara min sya’baana finnahu kaana yashumuhu kulluhu kaana yashumuhu illa qalilan. Maksud Aisyah dalam periwayatan ini bahwa Nabi Muhammad SAW paling banyak berpuasa pada bulan Sya’ban.

Lebih jauh dari itu, pada malan Nisfu Sya’ban Allah SWT menurunkan berbagai kebaikan kepada hambanya yang berbuat baik pada malam tersebut. Kebaikan-kebaikan itu berupa syafaat (pertolongan), magfirah (ampunan), dan itqun min azab (pembebasan dari siksaan). Oleh karena itu malam Nisfu Sya’ban diberi nama yang berbeda sesuai dengan penekanan kebaikan yang dikandungnya.

Imam al-Gazali mengistilahkan malam Nisfu Sya’ban sebagai malam Syafaat, karena menurutnya, pada malam ke-13 dari bulan Sya’ban Allah SWT memberikan seperti tiga syafaat kepada hambanya. Lalu pada malam ke-14, seluruh syafaat itu diberikan secara penuh. Meskipun demikian ada beberapa gelintir orang yang tidak diperuntukkan pemberian syafaat kepadanya. Orang-orang yang tidak diberi syafaat itu antara lain ialah orang-orang yang berpaling dari agama Allah dan orang-orang yang tidak berhenti berbuat keburukan.

Nisfu Sya’ban dinamakan juga sebagai malam pengampunan atau malam magfirah, karena pada malam itu Allah SWT menurunkan pengampunan kepada seluruh penduduk bumi, terutama kepada hambanya yang saleh. Namun dalam pemberian ampunan itu dikecualikan bagi orang-orang yang masih tetap pada perbuatannya mensyarikatkan Allah alias musyrik, dan bagi mereka yang tetap berpaling dari Allah SWT. Nabi bersabda: ?Tatkala datang malam Nisfu Sya’ban Allah memberikan ampunanNya kepada penghuni bumi, kecuali bagi orang syirik (musyrik) dan berpaling dariNya (HR Ahmad).

Kecuali Enam Golongan
Ibn Ishak meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa pernah Rasulullah memanggil isterinya, Aisyah dan memberitahukan tentang Nisfu Sya’ban. “Wahai Humaira, apa yang engkau perbuat malam ini? Malam ini adalah malam di mana Allah yang Maha Agung memberikan pembebasan dari api neraka bagi semua hambanya, kecuali enam kelompok manusia”.

Kelompok yang dimaksud Rasulullah yaitu, Pertama, kelompok manusia yang tidak berhenti minum hamr atau para peminum minuman keras. Sebagaimana berulang kali dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan hamr adalah jenis minuman yang memabukkan, baik jenis minuman yang dibuat secara tradisional mapun jenis minuman yang dibuat secara modern. Istilah populernya adalah minuman keras atau miras. Yang disebut pertama antara lain tuak atau ballok, baik ballok tala, ballok nipa, maupun ballok ase. Sementara yang disebut kedua antara lain bir dan whyski. Termasuk kategori sebagai orang yang tidak berhenti minum hamr ialah orang-orang menyiapkan minuman tersebut atau para pembuat dan pengedarnya. Mereka ini tidak mendapat pembebasan dari api neraka, tetapi malah diancam dengan siksaan api neraka.

Kedua, orang-orang yang mencerca orang tuanya. Termasuk kategori mencerca orang tua ialah berbuat jahat terhadap orang tua yang dalam hal ini ibu bapak. Menurut ajaran agama yang menyatakan syis saja kepada ibu atau bapak itu sudah termasuk dosa. Membentak orang tua termasuk perbuatan yang sangat dilarang. Allah SWT di samping menegaskan kepada manusia untuk tidak beribadah selainNya, maka kepada kedua orangtua berbuat baiklah. Waqadha Rabbuka an La ta’buduu Illah Iyyahu wa bilwalidaini ihsanan (al-Isra: 17:23). Perbutan kategori baik terhadap orang tua antara lain bertutur kata kepada keduanya dengan perkataan yang mulia, merendahkan diri kepada keduanya dengan penuh kasih sayang, dan kepada keduanya didoakan; “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di waktu kecil.”

Ketiga, orang-orang yang membangun tempat zina. Tempat berzina dimaksud adalah tempat pelacuran yang kini nama populernya tempat PSK (pekerja seks komersial). Golongan atau kelompok orang yang seperti ini, pada malam Nisfu Sya’ban tidak mendapat pembebasan dari api neraka, tetapi sebaliknya mereka dijanji dengan siksaan dan azab.

Keempat, orang-orang atau para pedagang yang semena-mena menaikkan harga barang dagangannya sehingga pembeli merasa dizalimi. Misalnya, penjual bahan bakar minyak, termasuk minyak tanah. Harga dagangan jenis ini sudah ada harga standar, tetapi kalau penjualnya menaikkan harganya secara zalim, maka penjual yang demikian itulah yang tidak mendapat pembebasan dari neraka.

Kelima, petugas cukai yang tidak jujur. Termasuk kategori petugas cukai adalah para kolektor pajak atau orang-orang yang menagih pajak dan retribusi. Misalnya petugas cukai yang bertugas di pasar-pasar yang menerima uang atau cukai dari penjual dengan bukti penerimaan dengan karcis. Salah satu bentu ketidakjujuran kalau uang diterima tetapi tidak diserahkan bukti penerimaan (karcis).

Keenam, kelompok orang-orang tukang fitnah. Orang-orang kelompok ini suka menyebarkan isu dan pencitraan buruk yang sesungguhnya hanyalah sebuah fitnah. Keenam golongan inilah yang disebut tidak mendapat fasilitas itqun minannar.

Atas dasar itu, kiranya kita semua dapat menyadari bahwa sesungguhnya bulan Sya’ban merupakan bulan persiapan untuk memasuki bulan suci Ramadan. Persiapan itu meliputi persiapan mental dan persiapan fisik. Manusia atau umat hendaknya memasuki bulan suci Ramadan sudah dalam keadaan iman yang mantap dan sudah dalam keadaan mendapatkan syafaat, dan sudah dalam keadaan mendapat jaminan dan pembebasan dari siksaan api neraka. Wallahu a’lam bissawab.